Virus COVID-19 : Tanggapan Ustad Abdul Somad Terkait Shalat Tarawih, Jumat dan Idul Fitri di Rumah
Saya menjelaskan secara fiqih, “kalau kamu mendengar ada
wabah di satu negeri janglah kamu datang ke negeri itu. Dan kalau wabah itu terjadi
di negeri kamu berada di dalam negeri itu jangan pula kamu keluar dari negeri
itu melarikan diri” Itulah disebut sekarang sosial distancing atau lockdown
atau PSBB, ungkap Ustad Abdul Shoma dalam siaran langsung di program ILC TVOne,
Selasa (28/4/2020).
Menurutnya, perlu dipahami bahwa zaman dulu itu, seperti kota Madinah Al-Manuawarah terdapat tembok di sekelilingnya. Lalu ada pintu gerbangnya. Kalau terjadi wabah di dalam negeri itu orang yang berada di dalam tembok tidak boleh keluar dan orang yang berada di luar tembok tidak boleh datang ke dalam.
Nah sekarang skupnya lebih kecil lagi. Wabah tidak hanya
terjadi di suatu negeri tapi menyeluruh di seluruh dunia bahkan masuk ke rumah.
Kita tidak tahu rumah siapa yang sudah didatangi virus covid-19. Saya tidak
tahu rumah tetangga, ruamh pejabat bisa kena kita dengar di berita. Dalam hal
ini tidak ada solusi selain kita berada di rumah masing-masing.
Hadis lain disebutkan, “larilah kamu dari orang yang terkena
penyakit menular seperti engkau lari dari singa”. Jadi sebetulnya secara fiqih
simpel saja. Aturan yang diajarkan nabi 14 abad lalu itu.
Saya punya kontak adik kelas di Maroko, di sana jumat tidak
ada. Di Mesir juga begitu. Oleh sebab itu masjid tempat saya, saya sampaikan
pada jamaah, masjid tutup kita shalat di rumah saja.
Saya juga buatkan vieo tutorual, cara tawarih, cara witir
dan cara shalat dzuhur pengganti jumat, bahkan tutorial untuk shalat idul fitri
di rumah dilengkapi dengan dalil-dalilnya.
Masalanya sekaang tidak semua ketua masjid di dengar oleh jamaah. Di beberapa tempat ketua masjid malah dikudeta jamaah. Karena masjid dibangun oleh jamaah, keuanganya murni jamaah. Maka ketika ada larangan mereka berkata ini mesjid yang kami bangun.
Masalahnya tidak sesimpel dalam fiqih, tapi di sana ada
masalah sosial dan ekonomi. Ketua masjid hanya bisa melukan apa yang mampu
saja.
Saya membagi jamaah menjadi tiga level. Pertama yang hebat-hebat
seperti Harimou. Makan setahun sekali kenyang. Kedua ular sawah, dia makan
kambing satu bulan sekali, tak cari makan lagi. Ada juga jamaah kita yang “ayam
kampung”. Dia ceker pagi untuk makan siang. Dngan demikian, mari kita data,
jamaah yang mamapu untuk menyalurkan kepada jamaah yang kurang mampu. Sekarang
tidak mereka diajak ke masjid, tapi punya keterikatan emosional dengan masjid. Ketika masa sulit karena PHK, maka mesjid
menolong. Bantuan ini kami bagi tiga kali. Tanggal 10 April perisapan Ramadhan,
10 Mei perispan Idul Fitri dan 10 Juni andai ini berlanjut.
Kondisi ini juga tidak sebatas fiqih tapi sosial. Di sanalah
ada wibawa negara dan kekuasaan. Oleh sebab itu, insyallah jamaah akan dengar
kalau perutnya kenyang, ada bantuan dan lainnya.
Kalu berkutat masalah fiqh tidak akan selesai, karena banyak
sekali pendapat. Maka yang yang diterapkan di masjid, kita tutup setelah damai kita
buka lagi.
Hal yang sama untuk shalat taraweh, di rumah saja. Nabi shalat
taraweh di masjid malam pertama, kedua dan ketiga. Setelahnya nabi tidak keluar
lagi “aku kahwatir nanti diwajibkan pada kamu”. Maka nabi shalat sendiri. Maka bagi
yang ingin taraweh, silahkan di rumah.
Adapun shalat jumat pada saat takut dan khawatri, dalam Islam
diajarkan “jangankan kau jerumuskan dirumu dalam kebinasaan”. Hanya saja wabah
zaman dulu beda dengan sekarang. Dulu terjadi saat tejadi di Mesir misalnya. Syeh
Ali Jum’ah menulis. Penduduk mesir saat mencapai 20 juta. Lalau ketika diserang
wabah tersisa 2,5 juta saja. Atinya 17,5 juta habis.
Saat tolak bala waktu itu, mereka berkumpoul membacakan
sohih bukhori. Bertawasul pada Allah diharapkan wabah akan hilang. Justeru dengan
berkumpul ramai itu wabah semakin menyebar.
Peristiwa ini dikomentari oleh Al-Hafid Ibnu Hazar Al-Asqolani,
berkumpul untuk usir wabah tidak sesuai dengan sunnah Rosulullah SAW. Karena Sunnah
ketika terjadi wabah, “menjaukan diri seperti menjauh dari singa”.
Lalau menetap di suatu tempat yang tak ada wabah. Kalau
zaman dulu di satu tempat, tetapi saat ini dialami di seluruh dunia. Kecuali
kalau nanti ada detektor canggih, ketika layar dipasang didepan pintu langsung
ketahuan. Yang tak ada virus masik masjid yang ada virus masuk rumah sakit.
Ada juga kemarahan masyarakat kenapa masjid tidak boleh tapi
mall dibuka. Kenapa masjid tidak boleh tapi kenapa mereka dapat berita dari airport
bisa masuk. Kemarahan masyarakat itu
dibalaskan dengan mereka ke masdjid. Saya melihat masalah ini terkait banyak
hal. SUMBER DI SINI
Posting Komentar untuk "Virus COVID-19 : Tanggapan Ustad Abdul Somad Terkait Shalat Tarawih, Jumat dan Idul Fitri di Rumah"
Silahkan komen dan sharing, jika dirasakan bermanfaat